Setelah Alexis Mati Masih Banyak Hotel Plus Plus Beroperasi
Jika para laki-laki
menghendaki hiburan malam yang ‘berkeringat’, Hotel Classic, Hotel Fashion,
dan Hotel Alexis adalah
beberapa nama yang sering jadi rujukan Hotel di Jakarta. Tentu saja masih banyak
tempat lain. Dua tahun lalu, tim dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda
Metro Jaya menggelandang 18 perempuan penghibur yang bekerja di Hotel Classic
dan Hotel Travel.
Camat Martua dan rombongan,
yang datang saat masih terang tanah, hendak memastikan tak ada kegiatan
prostitusi di Hotel Classic dan dua hotel lain di wilayahnya, Hotel Orchard dan
Hotel Fashion. Tiba di Hotel Classic, mereka segera menuju lantai 3 untuk
memeriksa kamar-kamar. Tak menjumpai apa pun, Martua lanjut melongok
ruang-ruang karaoke di lantai 6. Lantai ini, menurut penuturan manajemen hotel,
sudah beberapa bulan ditutup.
‘Inspeksi mendadak’ ala Camat Martua tak
menemukan hal ‘tak biasa’ di Hotel Classic maupun Hotel Orchard dan Hotel
Fashion. "Ya, setelah kita lihat bersama, memang griya pijat ini masih
melaksanakan ketentuan sesuai dengan aturan yang ada. Walaupun demikian, kami
tetap mengingatkan, jangan sampai ada yang terselubung dalam griya pijat,"
ujar Camat MartuaHotel Alexis memang bukan satu-satunya yang menyediakan layanan ‘plus-plus’. Keputusan Pemerintah Provinsi Jakarta menyengat para pengelola hiburan malam yang bertebaran di Jakarta yang juga menyajikan layanan seperti yang dituduhkan terhadap Alexis. Setelah Alexis tamat, di beberapa tempat hiburan ‘plus’, pengelola mulai ‘siaga satu’, bahkan ada yang sampai ‘tiarap’.
King Cross salah satu hotel di jakarta yang berada di Kompleks Kokan Permata Blok E38- 42, Jalan Boulevard Bukit Gading Raya, Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara, itu. Beberapa pria berbadan tegap mengenakan pakaian batik dan safari hitam mengawasi setiap tamu satu per satu yang melewati pintu.
Setiap tamu yang masuk,
setelah melewati pintu pemeriksaan metal detector, akan
digeledah secara fisik dengan diraba tubuhnya. Alasannya, menghindari tamu
membawa senjata tajam atau senjata api. Di meja resepsionis, setiap tamu
mendapatkan selembar kartu berwarna hitam yang tertulis empat angka bertinta
emas.
Nah, di sofa-sofa itulah
duduk berjajar perempuan cantik dibalut pakaian seksi. “Kalau mau lihat-lihat
dulu, silakan, Pak. Nanti kalau sudah ketemu, panggil saya saja,” ujar seorang
perempuan berkulit putih berusia 40-an sambil menyodorkan tisu bertuliskan
namanya. Tak berapa lama, datanglah Maya menghampiri. Gayanya sedikit canggung
dan irit bicara.
Seorang pelayan berbisik,
tarif sekali berkencan dengan perempuan lokal Rp 900 ribu. Sementara untuk
perempuan dari negeri seberang, tarifnya hampir dua kali lipatnya, Rp 1,7 juta.
Kalau berminat ‘ditemani’ penari yang meliuk-liuk di atas panggung, siapkan
saja Rp 1,6 juta.
Saat Masuk Ke ruang karoke lt 1 Ternyata room karaoke yang
terdapat di King Cross tidak seperti ruang karaoke pada umumnya. Sebab, di
ruang karaoke itu, selain terdapat perangkat alat karaoke dan televisi layar
datar berukuran 90 inci, dilengkapi toilet serta kamar tidur layaknya sebuah
kamar hotel. “Di sini saja, Mas. Jadi, kalau ada operasi, kami bisa beralasan
bahwa tamu datang untuk berkaraoke, bukan untuk ‘main’,” Maya menjelaskan.
Rupanya bukan hanya manajemen
yang was-was setelah Alexis dipaksa tutup, para perempuan penghibur di King
Cross juga ikut cemas. “Banyak teman yang nggak masuk karena takut. Kalau yang
masuk kerja seperti saya, pilih-pilih tamu,” kata Linda. Dia sudah setahun
bekerja di King Cross.
Sebanyak 20 WNA terjaring
operasi petugas imigrasi. Mereka diamankan dari tempat hiburan malam dan hunian
kos di Jakarta Barat.
Foto : Agung Pambudhy
Foto : Agung Pambudhy
Hotel Di Jakarta daari level bintang
hingga kelas kios, dari Alexis hingga gubuk-gubuk reot di pinggir rel kereta
api, dari Jakarta Utara, hingga Jakarta Selatan, bahkan hingga ke
wilayah-wilayah pinggiran, ada pelacuran dengan rupa-rupa kedok. Entah hotel,
entah griya pijat, karaoke, entah salon kecantikan.
Tak jauh dari Hotel King
Cross, ada Sumo Hotel & Spa. Ada empat lantai di Sumo. Di lantai pertama
atau G terdapat area spa, sauna, whirlpool, ginger steam,
dan gymnasium. Di lantai kedua terdapat lounge berukuran
sekitar dua kali lapangan bulu tangkis. Di lounge inilah
pelanggan bisa melihat perempuan-perempuan molek dan berbusana seksi duduk
berderet di sofa. Tarif berkencan di Sumo kurang-lebih sama dengan di King
Cross, Rp 900 ribu, belum termasuk ongkos kamar.
Saat Kita ke kawasan di Jakarta Barat, yang kondang dengan
‘wisata remang-remang’. Persis di depan Hotel Travel, Jalan Mangga Besar VIII, kita coba ke tukang parkir . Apakah ada perempuan di
Hotel Travel yang bisa menjadi teman kencan.
“Ada banyak, memang di situ
tempatnya. Cakep-cakep dan muda-muda, Bos…. Naik saja ke lantai spa, itu
surga bener,” kata dia dengan gaya berpromosi. Saat kami masuk,
tanpa banyak bertanya, resepsionis Hotel Travel menyodorkan gelang. Di
dalam lounge, hanya ada beberapa gelintir pengunjung ditemani
perempuan sedang menikmati musik.
Tak berapa lama, seorang
perempuan paruh baya menghampiri dan, tanpa ditawari lagi, duduk di samping
kami serta memperkenalkan diri. Namanya Uci. “Mau ya ditemenincewek?”
Uci bertanya tanpa basa-basi lagi. Dia menjelaskan hanya ada dua kategori tarif
kencan di Medika, Rp 360 ribu dan Rp 380 ribu. Tak jelas benar apa pula
bedanya.
Hanya terpisahkan oleh
lorong, ada bar yang agak tersembunyi. Di ruangan itulah sekitar 40 perempuan
duduk berjejer. “Silakan dipilih saja,” kata Uci. Setelah seorang perempuan
dipilih dan pembayaran dituntaskan, kasir menyodorkan dua buah kondom.
Perempuan itu
memperkenalkan namanya singkat saja: Cacha. Umur 23 tahun dari Karawang, Jawa
Barat. “Saya nikah muda,” kata Cacha. Tak disangka, Cacha
menuturkan, dia pernah mondok di pesantren. “Saya diajak teman
yang duluan kerja di sini. Ceritanya panjanglah kayak kereta.” Malam makin tua,
cerita Cacha entah akan berakhir di mana.
Sebenarnaya masih banyak hotel di jakarta "plus" yang masih beroperasi, namun tidak se-legend alexis.
Komentar
Posting Komentar